Kajari Belitung, IG Punia Atmaja, SH., MH Menghadiri Proses Restorative Justice, Jumat (23/4/2021). Foto: Ist
BELITUNG|WARTAPOROS.COM - Kejaksaan Negeri (Kejari) Belitung melalui Jaksa penuntut Umum (JPU) menghentikan proses penuntutan terkait perkara yang diduga melanggar Pasal Primair Pasal 351 Ayat (2) KUHP Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP atas nama Sellawati Binti M Majid berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice).
Penghentian penuntutan terhadap perkara tersebut dilakukan Kejari Belitung pada, Jumat (23/4/2021) setelah melakukan ekspose secara virtual dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) yang digelar, Kamis (22/4/2021). Pada ekspose tersebut, Kejari Belitung mengusulkan Penghentian Penuntutan .
Berdasarkan arahan dan petunjuk Jampidum, pengusulan Penghentian Penuntutan yang dilakukan oleh Kejari Belitung dapat diterima, berdasarkan ekspose secara virtual pada, Kamis 22 April 2021 sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Belitung IG Punia Atmaja, SH., MH ketika dikonfirmasi wartaporos.com membenarkan penghentian penuntutan terhadap perkara yang diduga melanggar Pasal Primair Pasal 351 Ayat (2) KUHP Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP atas nama Sellawati Binti M Majid berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice).
“Alasan perkara ini dilakukan Restorative Justice (RJ) adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Ditambah lagi tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana,” papar Punia Atmaja.
Dijelaskan kajari, penghentian penuntutan tentunya setelah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka sehingga menciptakan kondisi dan harmonisasi di dalam masyarakat dan masyarakat merespon positif sehingga dan membangun kepercayaan masyarakat kepada Institusi Kejaksaan.
"Tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka hanya diancam dengan pidanapenjara tidak lebihdari 5 (lima) tahun penjara yaitu Primair Pasal 351 Ayat 2 Subsidiair Pasal 351 Ayat 1 KUHP. Selain itu telah ada pemulihan kembali kepada keadaan semula yang dilakukan oleh tersangka dengan cara memberikan penggantian biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana yaitu dengan memberikan biaya pengobatan kepada korban," terang Kajari Punia Atmaja.
Namun demikiaan kata dia, meskipun perkara ini diselesaikan secara Restorative Justice, namun pihaknya akan tetap melakukan pemantauan, bagaimana tersangka kedepannya setelah adanya pembebasan, agar tidak terulangnya kembali tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku.
Masih kata kajari, keadilan restoratif (restorative justice) adalah penyelesaikan perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.** Rully