Ekspansi Asia Pulp and Paper (APP) - Sinarmas Forestry Group ke Areal Izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi Membabat Habitat Satwa Dilindungi dan Menggerus Ruang Hidup Masyarakat Adat Orang Rimba

Jumat, 25 Februari 2022 - 12:30:11 WIB Cetak

Kondisi Keruangan HKM Muara Kilis Bersatu yang berada tepat di penyangga TNBT, paska land clearing, per Januari 2022

Jambi, wartaporos.com -- PROVINSI Jambi memiliki luas wilayah administratif ± 4.887.186,94 Ha dimana seluas 2.098.535.00 Ha diantaranya merupakan kawasan hutan dengan klasifikasi 60 % atau seluas 1.222.077 Ha merupakan kawasan hutan Produksi, kawasan hutan dengan fungsi Lindung seluas 179.588 Ha, hutan Kawasan Suaka Alam seluas 685.471 Ha, dan hutan Produksi Konversi seluas 11.399,00 Ha. Dari total 2.098.535.00 Ha kawasan hutan Provinsi Jambi di atas, seluas 386.490 Ha diperuntukan untuk program Perhutanan Sosial dengan capaian eksisting per September 2021 mencapai luasan 200.511,73 Ha. Adapun dari total luas 1.222.077 Ha kawasan hutan Produksi Provinsi Jambi, seluas 776.652 Ha telah diperuntukan untuk konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) dimana hampir 50% atau sekitar 450.000 Ha diantaranya dikuasai oleh Perusahaan Asian Pulp and Paper -. Sinarmas Forestry Group (APP-SMG), yaitu PT Wira Karya Sakti (WKS) seluas 390.378 Ha, PT Rimba Hutani Mas (RHM) seluas 35.814 Ha dan PT Tebo Multi Agro (TMA) seluas 19.200 Ha. Namun, meski hampir separuh kawasan hutan produksi Provinsi Jambi telah diperuntukan untuk konsesi APP-SMF Group tersebut. Pada faktanya sama sekali tidak membuat anak perusahaan industri bubur kertas dan kertas raksasa ini, berhenti melakukan ekspansi ke areal izin-izin Perhutanan Sosial. 

Berdasarkan hasil investigasi AILInts, sepanjang tahun 2020 sampai dengan awal tahun 2022, SMF-APP melalui 2 (dua) unit manajemennya yakni PT WKS dan PT Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry (LPPPI) terbukti telah melakukan ekspansi dengan memanfaatkan 7 (tujuh) areal izin Perhutanan Sosial yang terdiri dari gabungan 5 Koperasi HTR di Desa Sengkati Baru Kabupaten Batanghari yakni HTR Pajar Hutan Kehidupan, HTR Alam Tumbuh Hijau, HTR Rimbo Karimah Permai, HTR Hijau Tumbuh Lestari, HTR Alam Sumber Sejahtera, dan ekspansi ke areal HTR Teriti Jaya dan HKM Gapoktan Muara Kilis Bersatu di Kabupaten Tebo, dengan total luasan keseluruhan mencapai 6.784,29 hektar. Seluruh area izin Perhutanan Sosial ini dijadikan sebagai perluasan areal tanaman monokultur perusahaan HTI PT WKS dan sumber pasokan bahan baku kayu yang dipasok ke pabrik pembuatan bubur kertas dan kertas PT LPPPI, milik APP-SMG.

Dari hasil pemantauan lapangan diketahui jika areal-areal izin Perhutanan Sosial ini sebelumnya merupakan kawasan hutan produktif yang memiliki kayu alam dan tutupan hutan serta belukar tua yang masih baik serta sebagian besar berada di wilayah penyangga penting (bufferzone) Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang merupakan kawasan hutan hujan tropis dataran rendah yang memiliki keanekaragamanhayati yang sangat tinggi dimana hampir seluruh spesies flora dan fauna di Pulau Sumatera terdapat pada lanskap Bukit Tigapuluh ini sehingga merupakan daerah kunci keanekaragaman hayati (Key Biodiversity Area) dan di sisi lain juga merupakan ruang hidup masyarakat adat Orang Rimba dan Talang Mamak yang secara tradisional merupakan penghuni hutan yang sangat bergantung pada sumber daya hutan. Namun, sejak areal-areal izin Perhutanan Social ini dikerjasamakan dengan PT WKS justru terjadi perubahan tutupan hutan yang sangat ekstrem. Tercatat, dari tahun 2018 sampai dengan awal tahun 2022, laju deforestasi di seluruh areal mitra APP ini mencapai 2.927,65 hektar, dan disaat yang sama telah menggerus wilayah jelajah ruang hidup Orang Rimba dan habitat satwa kunci bernilai konservasi tinggi (HCV), terutama Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) dan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatraensis).

Loading...

SVLK, Kedok Baru Ekspansi HTI 

AILInts mencatat, ke 7 izin area perhutanan social yang telah bermitra dengan PT.WKS ini telah mengantongi Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) yang diterbitkan oleh 2 Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK) yang berbeda yakni PT.Almasentra Sertifikasi dan PT.Inti Multima Sertifikasi dengan proses yang tergolong sangat cepat dimana berdasarkan penelusuran AILInts, PT.WKS diindikasikan membiayai pengurusan sertifikat S-LK seluruh izin Perhutanan Sosial ini hingga bantuan tenaga teknis pendampingan untuk penyusunan dokumen rencana kelola dan administrasi pengurusan sertifikat. Dengan dukungan biaya hingga bantuan tenaga teknis pendampingan untuk penyusunan dokumen rencana kelola, tidak heran bila kemudian ke 7 izin perhutanan social yang telah dimitrakan dengan PT.WKS ini menjadi satu-satunya pula izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi yang mengantongi sertifikat S-LK. Dalam Permen LHK No. 30 Tahun 2016, semua pemegang izin Hak Pengelolaan Hutan, Hutan Hak/Hutan Adat, tidak terkecuali pemegang izin Perhutanan Sosial memang diwajibkan mengantongi Sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari dan/atau Sertifikat Legalitas Kayu jika akan memanen kayu alam maupun tanaman. Namun dalam penerapannya, berdasarkan hasil penelusuran AILInts, lembaga sertifikasi yang telah menerbitkan Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) kepada 7 pemegang izin perhutanan sosial yang bermitra dengan PT.WKS tidak dilakukan secara partisipatif dan akuntabel sehingga data acuannya jauh dari kata kredibel—alih-alih sesat dan menyesatkan.

Membabat Habitat Satwa dan Melanggar Hak Asasi Manusia

AILINTS mencatat, mayoritas areal izin perhutanan sosial mitra PT.WKS yang telah mengantongi sertifikat S-LK ini masih syarat masalah. Pertama, terdapat indikasi pelanggaran pemanfaatan kawasan hutan oleh PT.WKS sebelumnya yakni keterlanjuran tanaman akasia atau eukaliptus yang ditanam sebelum areal ini dibebani izin HTR kemudian dimitrakan dengan PT.WKS. Pelanggaran pemanfaatan ini terjadi di areal kawasan hutan yang saat ini diperuntukan kepada 5 Koperasi HTR yang saat ini menjadi mitra supplier PT.WKS, tepatnya di Desa Sengkati Baru, Kabupaten Batanghari. Pada areal yang sama, hingga sampai saat ini masih terdapat tumpang tindih klaim dan tata batas diantaranya yang melibatkan Persatuan Petani Jambi, Serikat Mandiri Batanghari yang berkonflik dengan Koperasi 5 HTR dan PT.WKS yang berujung pada kriminalisasi dan penangkapan yang melibatkan aparat dan militer. Kedua, sebahagian besar areal izin Perhutanan Sosial mitra APP lainnya merupakan hutan dataran rendah yang berada di kawasan penyangga strategis hutan konservasi Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang secara signifikan teridentifikasi sebagai kantong kantong habitat dan wilayah jelajah bagi spesies dilindungi di luar kawasan TNBT, terutama Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera dan juga merupakan ruang hidup bagi suku adat semi nomaden seperti Orang Rimba yang terbiasa secara tradisional melakukan kegiatan Mandah dan Merarayau, tinggal di dalam hutan untuk berburu dan mencari hasil hutan non kayu untuk kehidupan sehari-hari di lanskap Bukit Tigapuluh. Salah satu diantaranya, yakni keberadaan mereka di areal izin Hutan Kemasyarakatan (HKM) Gapoktan Muara Kilis Bersatu, yang berlokasi di Desa Muara Kilis, Kabupaten Tebo. 

Investigasi AILInst membuktikan, areal izin HKM Gapoktan Muara Kilis Bersatu merupakan area konservasi penting bagi habitat populasi harimau dan gajah Sumatera di lanskap Bukit Tigapuluh yang kondisinya saat ini terus terancam. Letak topografi areal HKM Gapoktan Muara Kilis Bersatu yang merupakan penyangga penting bagi kawasan konservasi TNBT membuat satwa-satwa yang hidup di kawasan konservasi ini melintasi areal izin HKM Muara Kilis Bersatu. Frankfurt Zoological Society, mencatat, sejak tahun 2017 s.d 2020 intensitas kehadiran Gajah Sumatera di areal HKM Gapoktan Muara Kilis Bersatu bahkan terus meningkat di areal ini. Selain itu, areal HKM Gapoktan Muara Kilis Bersatu juga teridentifikasi masuk dalam Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), sebuah kebijakan konservasi keanekaragamanhayati yang sangat didukung oleh berbagai pihak baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bahkan untuk mendukung upaya ini telah dibentuk Forum Kolaborasi Pengelolaan KEE berdasarkan SK Gubernur Jambi No. 177/ KEP.GUB/DISHUT-3.3/2020. Pada tahun 2019, satu ekor gajah bahkan ditemukan mati di wilayah ini yang terindikasi terjadi di lokasi areal HKM Muara Kilis Bersatu. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari jaringan di lapangan, sekitar bulan April 2021, kawanan gajah  yang bergerak dari areal HKM Muara Kilis Bersatu bahkan telah merangsek ke salah satu pemukiman penduduk (di titik kordinat - 1.302937, 102.658019) yang lokasinya sangat berdekatan dengan lokasi pembukaan lahan yang dilakukan APP di areal HKM Muara Kilis Bersatu. Di lanskap Bukit Tigapuluh sendiri yang merupakan kantung gajah terbesar di Sumatra diperkirakan hanya terdapat kurang lebih 143 ekor. Dampak atas tindakan APP ini akan berpotensi semakin menambah daftar panjang konflik antara satwa dan manusia di lanskap Bukit Tiga Puluh yang akan menimbulkan kerugian baik terhadap manusia maupun satwa. Pada tahun 2018 saja, BKSDA mencatat ada 188 konflik manusia dan satwa gajah di lanskap Bukit Tiga Puluh. 

Disisi lain areal HKM Gapoktan Muara Kilis Bersatu juga merupakan wilayah jelajah ruang hidup bagi suku adat semi nomaden yaitu Orang Rimba (kelompok Apung dan Lidah Pembangun) yang terbiasa Mandah dan Merarayau di kawasan ini, sehingga tidak jarang keberadaan mereka sering dijumpai di areal izin HKM ini sedang berdiam di sudung-sudung, terutama pada musim berburu dan meramu. Orang Rimba tersebut merupakan bagian dari kelompok besar Orang Rimba di wilayah Desa Muara Kilis yang telah mendiami wilayah selatan lanskap TNBT. Jauh sebelum kawasan hutan produksi ini kemudian diperuntukan menjadi areal konsesi HTI, perkebunan kelapa sawit dan program Perhutanan Sosial, yang diperkirakan jumlahnya saat ini terdiri dari 28 KK. Namun faktanya, oleh PT. Inti Multima Sertifikasi, selaku Lembaga sertifikasi (LVLK) yang ditunjuk untuk memverifikasi usulan SLK izin ini justru kemudian tetap menerbitkan S-LK nomor IMS-SLK-370 dengan masa berlaku 6 tahun (2021 sd 2027) kepada kelompok pengelola ini yang kemudian dijadikan dasar oleh APP-SMF Group untuk menghancurkan ruang hidup Orang Rimba serta habitat gajah dan harimau Sumatera di areal HKM Gapoktan Muara Kilis Bersatu dengan cara pembersihan dan pembukaan lahan (land clearing) besar besaran dimana kayu-kayu tersebut kemudian dipasok ke pabrik pengolahan bubur kertas dan kertas PT Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry (LPPPI), milik APP-SMF Group. (Rilis/jon)







Loading...
Tulis Komentar +

Berita Terkait+