MERANTI, WARTAPOROS.COM, – Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Kepulauan Meranti menimbulkan keprihatinan mendalam dari berbagai pihak. Masyarakat dan pemerintah daerah kini menyoroti potensi terjadinya eksploitasi anak, terutama di penginapan murah seperti hotel, rumah kost yang minim pengawasan.
Salah satu hotel yang menjadi sorotan adalah Hotel Melati 88 yang berlokasi di Jalan Belanak, Kelurahan Selatpanjang Barat, Kecamatan Tebingtinggi. Hotel ini kerap dijadikan tempat menginap oleh pasangan muda-mudi yang tidak memiliki ikatan pernikahan, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan penyalahgunaan fasilitas untuk praktik asusila dan dugaan eksploitasi anak.
Apalagi Hotel Melati 88 berada di tengah pemukiman warga bahkan bangunannya langsung bersebelahan dengan rumah warga.
Kepala Bidang Perda dan Damkar Satpol PP Kepulauan Meranti, Ardat, S.IP, menyampaikan bahwa Hotel Melati 88 sudah beberapa kali terjaring razia. Ia menambahkan, lokasi hotel yang tersembunyi, harga terjangkau, dan lemahnya pengawasan warga menjadi faktor pendukung terjadinya penyalahgunaan fungsi penginapan tersebut.
Menanggapi kondisi ini, masyarakat mendesak Satpol PP untuk meningkatkan intensitas dan cakupan pengawasan terhadap seluruh penginapan, juga rumah kost
yang jumlahnya cukup banyak bahkan tersebar di dalam kota selatpanjang dan berpotensi melanggar hukum. Pengawasan yang ketat dinilai sebagai langkah strategis dalam mencegah terjadinya eksploitasi seksual terhadap anak dan menjaga ketertiban sosial.
Ketua RW setempat, Sabar Damanik, mengungkapkan bahwa aktivitas keluar-masuk pasangan muda di Hotel Melati 88 sering terjadi, terutama pada malam hari. Ia juga mengingatkan bahwa hotel tersebut sebelumnya dikenal dengan nama Wisma King dan pernah disegel karena pelanggaran serupa, yang menunjukkan adanya pola pelanggaran yang berulang.
Pihak manajemen Hotel Melati 88 melalui perwakilannya, Andri, menyatakan bahwa pihak hotel telah menetapkan beberapa aturan, seperti larangan penggunaan narkoba dan kewajiban menunjukkan KTP saat check-in. Ia membantah adanya anak di bawah umur yang ditemukan dalam razia hingga saat ini.
Namun demikian, Andri juga menyampaikan keberatan atas razia yang dinilai tidak merata. Menurutnya, hanya hotel melati tertentu saja yang disasar, sehingga menimbulkan kesan diskriminatif dalam penerapan hukum. Ia berharap, penegakan aturan dilakukan secara adil dan menyeluruh terhadap semua penginapan.
Menanggapi situasi ini, sejumlah pihak mendorong pemerintah daerah untuk segera membuat regulasi tegas mengenai operasional penginapan. Di antaranya, kewajiban menunjukkan identitas resmi dan bukti pernikahan bagi pasangan yang hendak menginap, sebagai upaya meminimalkan risiko pelanggaran hukum.
Selain regulasi, peran aktif masyarakat dalam melaporkan aktivitas mencurigakan serta edukasi tentang bahaya eksploitasi seksual terhadap anak juga sangat dibutuhkan. Upaya ini merupakan bagian penting dari strategi perlindungan jangka panjang terhadap generasi muda di Kepulauan Meranti.(nik)