Download our available apps

Terkait Lahan Pasar Induk, Komisi II Hearing Bersama pihak PT Agung Rafa Bonai
Hearing Komisi II bersama pihak PT Agung Rafa Bonai (ARB) bahas pembangunan Pasar Induk.
Loading...

PEKANBARU, WARTAPOROS.COM --Permasalahan lambannya pengerjaan proyek Pasar Induk diungkap habis-habiskan oleh pihak PT Agung Rafa Bonai (ARB) saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pekanbaru, Selasa (23/8/2022). Rapat itu juga dihadiri oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Pekanbaru.

Kadisperindag Ingot (kanan sendiri) saat menjelaskan dihadapan Ketua Komisi II dan Anggota Komisi II yang hadir.

Selama ini, lambannya pengerjaan proyek disebut-sebut terkendala oleh Pandemi Covid-19 yang melanda semasa pembangunan. Alasan tersebut tidak sepenuhnya menjadi kendala, melainkan adanya dokumen yang belum dipenuhi oleh Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru.

Baca Juga
Loading...

"(Pembangunan) Pasar Induk itu sengaja kita tinggalkan. (ada) dokumen dari pemerintah sebenarnya belum ada, waktu itu," tegas Komisaris Utama PT Agung Rafa Bonai Fahruddin.

Dokumen yang dimaksud ialah Hak Pengelolaan Lahan (HPL), sertifikat ini tidak dikeluarkan Pemko Pekanbaru lantaran belum memiliki bukti kepemilikan tanah yang menjadi lokasi pasar induk tersebut. Lahan proyek itu masih berbentuk sertifikat ganti rugi, dan tanah masih atas nama orang lain.

Dapot Sinaga Ketua Komisi II (tengah) memimpin rapat dengar pendapat.

"Kita sudah bangun proyek itu sekitar 60 persen, surat HPL mereka belum keluar. Jadi kita mau kerjasama dengan pihak pendanaan pun sangat sulit, bahkan calon pembelipun mendengar surat belum keluar, mereka pada minggat, pada lari," keluh Fahruddin.

Fahruddin menyebut bahwa pihaknya menekan kontrak kerjasama dengan pemerintah sebelumnya dengan sistem BGS (Bangun Guna Serah). Perjanjian kerjasama ini berlaku selama 30 tahun, terhitung sejak awal pembangunan pada 2016 hingga berakhir pada 2046 nanti. Sehabis masa kontrak, pihak kontraktor ini menyerahkan ke Pemko Pekanbaru.

"Tiga tahun berlalu, belum sama sekali belum bisa memanfaatkan aset Pemko itu. Harus keluar dulu HPL nya, baru kita dapat HGB (Hak Guna Bangunan). Kita membangun itu tidak perlu pendanaan, sekarang habiskan dana 60 miliar, butuh 30 miliar lagi dan itu kita ada," tegasnya.

Dapot Sinaga Ketua Komisi II (tengah) memimpin rapat dengar pendapat.

Adanya permasalahan ini, Fahruddin berharap Pemko Pekanbaru untuk dapat lebih benar-benar serius dalam menjalankan tugas seperti yang tertuang dalam kontrak kerjasama. Apalagi, PT ARB setiap tahun membayarkan royalti kepada pemerintah.

"Kita harapkan Pemko dengan ikhlas memperhatikan kita, karena kalau tidak (akan) diandendum reposisi waktu. Tidak mudah mengembalikan modal 15 tahun kedepan, sementara kita terus stor uangnya," pesannya.

Diwaktu yang bersamaan, Kadisperindag Kota Pekanbaru Ingot A Hutasuhut tak menampik apa yang diutarakan oleh pihak PT ARB. Dokumen HPL diklaimnya masih dalam tahap pengerjaan dan hampir selesai.

"Memang HPL itu saya dapat informasi baru selesai ya. Tapi pada saat kerjasama dibuat itu memang kita sudah ada akt notaris pembayram pengadaan lahan pada waktu itu, dan hal ini juga dimaklumi oleh kedua belah pihak, mungkin prosesnya tertalu lama sehingga berimpliaski kepada aspek lain yang menjadi terkendala," kata Ingot.

Suasana hearing Komisi II DPRD Kota pekanbaru bersama Disperindag dan pihak PT Agung Rafa Bonai (ARB) .

Terkait dengan status lahan pembangunan, Ingot menegaskan bahwa lahan seluas lebih kurang 3,2 hektar itu merupakan lahan milik Pemko Pekanbaru yang dibuktikan dengan adanya akta notaris kepemilikan.

 

"Lahan itu secara de facto milik Pemko, nyatanyakan tidak ada gugatan dan juga sudah bayar, sudah dibebaskan, sudah ada akta notarisnya, cuman belum ada sertifikat HPL, ini (sertifikat HPL) menjadi dasar kepengurusan HGB yang nantinya atas nama mitra kita," pungkas Ingot.

 

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kota Pekanbaru Dapot Singa merekomendasikan agar proyek tersebut dilakukan adendum kembali dengan merubah kontrak perjanjian dengan Pemko Pekanbaru.

 

"Itu sampai sekarang HPL nya belum tampak fisik, tapi kata Ingot sudah ada. Kami merekomendasikan untuk membuat adendum, perubahan perjanjian dengan Pemko Pekanbaru," papar Dapot.

 

Dengan tidak adanya kelengkapan legalitas ini, akan berdampak besar terhadap proses pembangunan secara maksimal. Kerugianya pun bukan ditanggung oleh pihak kontraktor saja, melainkan terabaikannya para pedagang yang akan menempati pasar tersebut.

 

"Persoalannya legalitas, sehingga pihak pengelola tidak bisa membangun secar maksimal, dan pedagang yang mau menyewa belum berani karena belum ada jaminan. Kita tuntut Pemko Pekanbaru supaya legalitas dari pasar itu secepatnya diuruskan," pungkasnya. (***)