Perusakan Lingkungan Marak, Dr Elviriadi: Kaum Intelektual Jangan Gadaikan Idealisme Demi Keuntungan Materi

Ahad, 04 April 2021 - 19:11:58 WIB

Pakar Lingkungan Nasional, Dr Elviriadi (Kiri) bersama Aktivis Pelalawan, Erik Suhenra S.I.Kom (Kanan).(foto/Istimewa)

WARTAPOROS.COM-Kerusakan lingkungan hidup yang makin merata di Riau membawa keresahan masyarakat. Namun begitu, ada saja kaum intelektual yang mendukung para perusak hutan yang berdampak luas pada degredasi lingkungan hidup.

Setidaknya hal itu tampak pada pemikiran kritis seorang pakar lingkungan Dr Elviriadi sebagaimana rilis terkirim ke media ini, Ahad (4/04/2021).

"Kaum intelektual itu harus jelas posisinya. Peran pemikirannya ditunggu umat, jangan malah memperburuk nasib hutan dan lingkungan hidup," ungkap Elviriadi.

Kepala Departemen Perubahan Iklim KAHMI Pusat itu menilai komitmen moral kaum intelektual perlu dipertanyakan.

"Ayo coba, yang menggoyang peraturan gambut hanya 40 cm boleh dikeringkan itu siapa? Itu akademisi dari universitas terkemuka. Yang menyodorkan konsep eko-hidrologi di lahan gambut sehingga oknum korporasi bisa jumawa buka lahan gambut ribuan hektar itu juga oknum lulusan universitas luar negeri, 'inilah Julian Benda sebutkan, pengkhianatan kaum intelektual," beber mantan aktivis mahasiswa itu.

Elviriadi khawatir, kondisi bangsa Indonesia bisa makin terpuruk apabila kaum intelektual bersikap menggadaikan keilmuan dan idealisme demi keuntungan materi.

"Sungai sungai dalam hutan lenyap, satwa dan seluruh flora makin terdesak, hutan alam terus ditumbangi dengan modus memanfaatkan izin pelepasan Jadul (kadaluarsa), ekspansi industri kehutanan tak terbendung, kaum intelektual tukang pulak berkeliaran tawarkan dalil pembenaran," keluh akademisi vokal itu.

Lanjut Ketua Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah ini meminta perguruan tinggi turut andil mencegah kerusakan hutan makin parah.

"Saya himbau perguruan tinggi dan organisasi cendikiawan memainkan nalar ideologis lawan oknum korporasi diduga meluluh lantakkan alam. Ah, payah nak nyakap, orang itu justru berlomba lomba nyari harta, bangun rumah mewah, berebut jabatan, kalau perlu kasi dalil dan AMDAL bodong," pungkas peneliti yang selalu gundul demi nasib hutan. (Rilis/RH)